Senin, 28 November 2011

Aku Mengalah Demi Wanita Lain

Wanita baik akan memikirkan perasaan wanita lain..wanita lembut selalu bijak memutuskan segala sesuatu untuk kebahagiaan orang lain..dan wanita kuat adalah bisa menerima dan melihat orang yang paling dia cintai itu pergi dan bahagia bersama wanita lain.

Siapkah aku seperti pernyataan diatas????
Aku selalu mengalah untuk wanita lain saat wanita itu ingin memiliki laki-laki yang aku pilih untuk membahagiakanku... aku mengalah untuk wanita lain..Sudah beberapa kali aku seperti ini...ditinggalkan dan kemudian laki-laki yang kucintai itu pergi bersama wanita lain dengan cepat..dan sangat cepat.. bukan pertama kali aku mengalaminya walaupun itu dengan laki-laki yang berbeda tapi aku mengelaminya lagi..

Laki-laki yang pergi dengan wanita lain itu bukan seutuhnya kesalahan laki-laki tersebut tetapi kesalahan wanita yang bersamanya dulu..mungkin wanita itu terlalu overprotected, cerewet, egois, dll..
Oke mungkin saja aku ikut andil dalam kepergiannya..
Tapi kenapa setelah aku tanyakan pun laki-laki itu tidak menjawab letak kesalahanku selama aku bersama mereka?? dan apa kekeuranganku..mereka pun tidak bisa menjawab..

Kalaupun menjawab mereka akan mengatakan..."Kamu terlalu baik untukku, Kamu terlalu sempurna aku miliki" ini pernyataan yang sebenarnya atau hanya ingin menjaga perasaanku atau hanya ingin membuatku merasa seperti wanita yang terlalu baik sehingga tidak layak mendapatkan mereka??

Bukankah kita ingin mendapatkan pasangan yang baik, yang agak sempurna kenapa ditinggalkan dengan alasan seperti itu dan memilih wanita lain??bukannya wanita itu lebih baik daripada aku???

Aku Hanya Wanita....wanita yang mempunyai perasaan..kadang lemah jika tersakiti hatinya dan kadang kuat saat diinjak-injak dan membentuk benteng ketahanan diri untuk teteap berdiri di terjang ombak bahkan Tsunami untuk melindungi orang yang dia cintai.
Aku melakukan yang terbaik..bahkan sangat baik dalam sebuah hubungan..menghargai sebuah komitmen..dan   perhatianku seluas samudra untuk orang terdekatku.. saat dia rapuh aku berusaha menguatkannya..
aku berusaha membuatnya bahagia saat di dekatku aku berusaha sangat baik menjadi wanita lemah lembut selayaknya wanita Jawa yang selalu nurut, melayani dan memberikan kasih sayang..

Mungkin menurutku itu sudah baik dan sempurna tapi tidak dengan orang yang merasakannya...mungkin dia lebih nyaman dengan wanita yang dia pilihnya saat ini..yang menurutku kredibilitas perempuan itu dalam menjaga laki-laki ku dulu itu tidak sebaik aku..nyatanya membiarkannya merindukanku..dan masih bernostalgia bersama kenangan indah dulu...
atau akunya saja yang berpikir seperti itu...
Kalau wanita baik selalu memikirkan perasaan orang lain...kenapa bukan wanita itu saja yang memikirkan perasaanku?? perasaan ditinggal laki-laki yang dia cintai dan belum ada 2 minggu ditinggalkan...kenapa harus aku lagi yang mengalah demi wanita lain?? kenapa wanita itu tidak memikirkan perasaan aku sebagai wanita saat dia menulis kata-kata manis dan mesra di Facebook laki-laki ku dulu??
kenapa aku yang harus memakluminya dengan alasan kami sudah berpisah?? tidak bolehkah aku menanyakannya??

Aku mengalah dengan berpura-pura tegar dengan membiarkan laki itu pergi dan kemudian bermesraan di depan mataku melalui jaringan sosial itu..dengan alasan ini Hidup..apa itu hidup?? mengenyampingkan perasaan sakit dan menerima perasaaan bahagia yang itu bukan bahagiaku?? kalau ini hidup..hidup seperti apa?? hidup yang harus menerima saat kita mimpi-mimpi kita hancur dan melihatnya bermesraan dengan wanita lain?? atau aku terlalu naif dalam mengartikan kata HIDUP dengan CINTA????

aku sudah bersabar..sesabar-sabarnya...menerima-semenerimanya tentang konotasi hidup yang dia jabarkan...menerima kebahagiaanya tanpa memikirkan perasaanku sendiri..mengesampingkan ego untuk memintanya kembali..merubah pemikiran bahwa Dia lebih baik daripada Aku..dan dia Berhak Bahagia dan di cintai..semua kesalahan ada padaku..

Sudah kupenuhi otakku dengan pemikiran itu agar aku pun tidak terus-terusan berharap akan kemungkinan kecil atas kembalinya cinta yang dulu indah bagi kami..tapi teruji kembali kesabaranku dan penerimaanku dengan logika-logika yang aku setting dengan pengaduan wanita itu karena aku menulis beberapa TimeLine di Twitter..ternyata wanita itu sering mengamati TimeLineku..yang isi nya asal-asalan, tentang kerinduanku,kemarahanku dan kebencianku..apalah arti TimeLine yang tak penting itu..aku toh tidak berteman dengan wanita itu dan aku pun tidak pernah membuka timelinenya..Terserah dia mau menulis apa tentang percintaannnya atau ketidak sukaannya padaku itu Hak dia...Tapi setelah aku di tegur oleh laki-laki ku dulu aku merasa aku selalu salah...kenapa aku yang ditegur?? aku tidak pernah menyebut nama dan aku tidak menganggu hubungan mereka..Kenapa harus aku lagi.....untuk mengalah????

Ini adalah kekesalanku yang memuncak, kemarahanku yang sudah bertanduk..Aku mengalah demi wanita lain..wanita yang tidak memikirkan perasaanku..aku mulai tutup akses dia untuk mengamatiku, aku ganti nomor agar lakiku dulu itu tidak menghubungiku dan aku tidak ada perasaan ingin menghubunginya lagi saat aku membutuhkannya..aku benar-benar putuskan tali silaturahmi kami yang lamaa kami rajut... aku bunuh semua cinta yang aku pendam..aku hapus semua memori yang pernah ada yang sudah tertanam dari aku berumur 8 tahun saat pertama aku jatuh cinta kepadanya..
Aku putuskan untuk mengalah demi wanita itu..dan demi ketenangan Hubungan mereka...

Kalau toh ada wanita yang tersakiti biarkan aku saja yang merasakannya..biarkan aku saja yang mengalami sakit saat ditinggalkan dan menerima kekalahan jika aku bukan yang terbaik untuknya...

Jika aku wanita baik..aku akan memikirkan perasaan wanita lain..wanita lembut selalu bijak memutuskan segala sesuatu untuk kebahagiaan orang lain..dan wanita kuat adalah bisa menerima dan melihat orang yang paling dia cintai itu pergi dan bahagia bersama wanita lain..ini bukan yang pertama aku alami dan aku berharap ini yang terakhir aku lakukan mengalah........










Kamis, 24 November 2011

Kisah Inspiratif Favoritku (Aku terpaksa Menikahinya)


Membaca tulisan di Belajar Islam Sumber: http://bundaiin.blogdetik.com/2011/10/07/kisah-inspirasi-untuk-para-istri-dan-suami/
Membuat aku berfikir dan merenung jika aku yang mengalami hal seperti ini apa yang harus aku lakukan…saat ini aku sedang mengalami fase kehilangan yang mendalam karena memang perasaan yang aku berikan itu juga sangat dalam.. Aku mencintai seorang laki-laki dari masa kecilku dulu..karena faktor orang tua kami harus mau tidak mau berpisah. Dalam pacaran kami dulu tidak ada percekcokan, masalah ataupun hal yang membuat kami bosan. Kami merasa satu..kami merasa sreg saling mengerti dan memahami..kami sangat..sangat bahagia dan harmonis…apa yang aku inginkan dia tahu..dan apa yang dia inginkan aku pun tahu..tidak ada hal yang membuat kami bosan, kami mempunyai komunikasi yang baik meskipun kami pacaran jarak jauh..setiap hari menelepon..berdiskusi dari hal yang penting sampai hal yang tidak penting… Sulit memahami kenapa kami berpisah..dan sulit menerima kepergiannya..karena kami merasa SATU…sampai saat ini aku merasa belum ada yang dapat menggantikan kesatuan hati yang pernah kami punyai dulu..jika suatu saat nanti aku harus menikah dengan laki-laki yang tidak aku cintai dan aku harus menikah aku pun tidak ingin seperti kisah dibawah ini…
Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi,  ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat  pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya  dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!


Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.


Tulisanku : Aku takut menyesal dikemudian hari dengan penyesalan seumur hidup dikarenakan awal menikah aku tidak mencintai calon suamiku, aku takut melakukan kewajibanku nanti setengah-setengah..mengutuk suamiku karena telah menikahiku dan aku tidak pernah mencintainya..aku pun juga tidak ingin seperti kisah diatas ternyata aku buta dengan kebencian karena aku tidak sadar cinta tulusnya. Menikah itu ibadah, menikah itu harus penuh cinta didalamnya agar bahagia itu abadi dunia akhirat. Jangan butakan mata hatiku untuk menerima laki-laki lain hadir dalam hidupku jika itu jodohku. Amiiieeeennn...


Nongkrong di warung Kopi

Malem ini malem jumat...entah deh jumatnya jumat apaan..kliwon, legi, pahing atau apaan yang penting ini malem jumat dimana malem yang bikin bulu kuduk merinding klo sendirian di tempat sepi..
Bosen mendekam di kamar kos sendiri gara-gara seharian Jogja Kaliurang uajan terus tanpa henti sambil nahan laper, magh yang mulai bergeliuk dengan cacing-cacing yang protes karena tidak diberi makan seharian...


Bingung mau kemana????
kemaren-kemaren niiy sms bunyi terus banyak ajakan buat nongkrong dan hangout bareng tapi karena kondisi badan yang gak fit dan kondisi kantong yang menipis akhirnya aku cuekin ajakan mereka dari mulai cowok berondong, cowok yang kayaknya suka bela diri tapi hatinya kayak cewek, mantan yang ngajak-ngajakin pergi tapi cuma ngomong doang plus gak ngarep juga sih klo mau diajakin nge date lagi..


Giliran malem ini malem jumat yang bener-bener bikin aku badmood sendiri di kos pengen keluar..eh gak ada satupun yang ngajakin keluar!!..mau ngajakin mereka?? TengsinLaah... biasanya niy yang ngajakin tu yang bayarin..idiih masak aku yang bayarin salah satu dari mereka..ogaah deh..saatnya aku yang dibayarinlaah....


Bete..bete..bete (bahasanya sih gitu)...hehehe...mikir sendiri kemaren ada pacar juga LDR dan apa-apa juga aku kerjain sendiri, mau kemana-mana juga sendiri klo gak ada temen..masa sekarang jomblo aku jadi manja gini...Okeee....aku mandiri kok selama ini..ada gak adanya pacar juga gak ngaruh..paling perhatiannya doang yang ilang...puuft..


Setelah pikir-pikir apa ya yang bisa buat gak Bete?? kemanaaa...kemanaa..kemanaaa *ala ayu tingtong..
Tempat tongkrongan murah, bisa buat ngopi dan wifian gak susah dicari di jogja...tapi yang paling favorit dan seru dan buka sampe malem banget ya di Jalan Kaliurang km 13..hampir deket Kampus..tempat biasa anak-anak komunikasi rapat produksi film,dll..Oke Fix...CAPCUS>>>>>


GiLeeeee.......yang lain pada pasang-pasang paling gak bawa temen..nah AKU???!!!
Bodo Ah..disini aku bayar kok...Cuek aja..lagian niy paling-paling anak kuliahan bawah yang lagi nongkrong atau ngerjain tugas kuliah..hahaha Berasa tua deh saya....T_T


Pesen Kopi dan Roti Bakar biar ada temennya gak bosen niy mulut diem seharian gak dipake buat ngmg ato ngunyah..oke Nyalakan Laptop...tiba-tiba pengamen datang dan menyanyikan lagu-lagu jalanan yang menambah nikmat suasana malam ini....Siip!!


Samping aku ada cewek muda..yaa...adek angkatan gitulah...klo seangkatan ato diatas paling gak aku kenal...secara aku kan aktif alias eksis dikampus..hahahahahha...niy cewe masih baru kuliah kemaren udah berani-beraninya Ngerokok...pinter banget caranya ngerokok...penasaran niy, ni anak angkatan berapa aku tanya deh.."dek..kuliah ambil apa?" (pede banget aku manggil dia dek??) Dia : " Informatika...". Aku : " Angkatan berapa dek?" Dia :" 2011 kak" Aku : (nelen ludah) Speechlees...Ya Ampuun baru lulus tahun ini baru juga kulaih 6 bulan udah terpengaruh ma pergaulan rokok?? hmmmm...mau nasehatin ntar dikira sok tua..mau ngasih masukan juga dia kira..Siape si Loe??? dalem hati juga..aahhh aku dulu juga kepengaruh kok ma budaya cewek ngerokok awal-awal kuliah dan baru lepas 1 tahun ini meskipun golongannya aku bukan perokok yang candu..yang harus ngerokok setelah makan, ngerokok waktu mau Pup, atau tiap hari harus ngerokok..aku sifatnya cuma pengen-pengen aja..pengen ngerokok ya ngerokok, klo enggak ya gak..
Tapi aku gak segila adek angkatanku ini kaliii...baru 6 bulan lulus SMA udah ngerokok..eeh mungkin juga sih dia ngerokoknya dari SMA...hehehe..intinya sama aja terpengaruh kebebasan hidup lepas dari orang tua dari coba-coba jadi nyobain deh... cuma pengen keliatan keren kali ya...hahahahahahahaha 


Berkaca pada masa muda awal kuliah niy...Suka nongkrong ma temen-temen, ngeliat orang ngerokok jadi pengen..gak mikir uangnya masih nodong...buat disekolahin buat biaya hidup malah dibuat seneng-seneng...Faktor negatif mahasiswa yang baru lepas dari orang tua seperti kata pepatah "Ibarat burung Lepas dari sangkarnya"...
Ini perasaan aku yang sok tua atau apa ya??? dulu mungkin orang yang liat aku ngerokokpun akan berpikiran sama sepertiku saat ini..owalaaah nduk..nduk..sik cilik kok wes ngudud..iso opo kowe?? hahaahaha...menertawakan kebodohan diri sendiri....
Akan tiba saatnya buat adik itu suatu saat nanti sadar atas apa yang dia lakukan sekarang...dan mengalami fase berpikir bahwa Rokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin... dan yang paling penting untuk anak kos adalah menyebabkan Kantong Kering!!







Kamis, 17 November 2011

Rindu itu duLu..

Kadang aku melihat kamu menuliskan kata cinta untuknya membuat aku percaya itu adalah lukisan hati yang kmu rasakan untuknya sekarang. 
Tapii.. saat kamu merindukanku dan meneleponku kamu berikan aku kata-kata cinta yang dulu sering kamu katakan. dan seperti kita tanpa jarak...
Rindu kata-kata manis bahkan sebutan sayang yang terlontar dari mulutmu..
Sadar akan kita ini tak lagi sepasang partner seperti dulu.. yang selalu berdiskusi tentang kehidupan, tentang perilaku seseorang yang perlu kita jadikan contoh atau sebaliknya, berdiskusi tentang MoTo GP, Sepak bola, dan lain sebagainya..istilahnya dari hal yang gak penting sampai hal yang penting selalu kita diskusikan dan dijadikan pelajaran. 
Kehilangan partner dalam perjalanan hidup adalah hal yang terberat....
tapi aku pun tidak hidup untuk hari ini saja bukan???
Pilihanmu saat ini adalah sebuah bukti...bukti bahwa Komitmen, Keseriusanmu dan Kesetiaanmu tidak sebesar ucapanmu...
Menyesal mengenalmu???? tentu saja tidak...bahkan aku selalu bersyukur mempunyai Partner sepertimu..dan akan selalu aku simpan rapat-rapat dan kutempatkan di tempat yang paling mulia di hatiku...meskipun caramu saat ini sungguh sangat menyakitkan..

Kembalilah dengan komitmenmu saat ini dengan orang pilihanmu.....Bahagialah diatas kebahagiaan...Tersenyumlah dan katakanlah aku bahagia karena itu adalah keinginan terbesarku...